Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti
fisik dari sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang
digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (Kitab Raja-raja) dalam bahasa
Kawi, Nagarakertagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan
Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek
mengenai terbentuknya kerajaan Majapahit. Sementara itu Negarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit, dibawah
pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.
Selain itu terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan
sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa
tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat
unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C Berg menganggap
semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun demikian, banyak pula
sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat
diterima karena sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar
penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.
Kisah berdirinya kerajaan Majapahit hanya
terdapat di dalam Kitab Pararaton, Kidung Panji Wijayakusuma dan Kidung Harsa
Wijaya. Mengingat sifat penulisan kitab-kitab itu kita tidak dapat mengambil
seluruh ceritanya, tetapi hanya sebagian garis besarnya saja. Nama Majapahit
mungkin sekali berdasarkan kenyataan bahwa di hutan Terik yang dibuka itu
banyak terdapat pohon maja.
Raja Majapahit
- WIJAYA
Setelah raja Kertanagara gugur,
Singhasari berada dibawah kekuasaan raja Kadiri Jayakatwang dan berakhirlah
riwayat kerajaan Singhasari. Salah seorang keturunan penguasa Singhasari yaitu
Wijaya, kemudian berusaha untuk dapat merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya
dari tangan raja Jayakatwang. Ia adalah anak Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa
Cempaka atau Narasinghamurti. Jadi ia masih keturunan Ken Arok dan Ken Dedes
secara langsung. Dari geneologinya Wijaya masih keponakan raja Kertanagara.
Pada waktu pasukan Jayakatwang dari Kadiri menyerang Singhasarim Wijaya ditunjuk oleh raja Kertanagara untuk memimpin pasukan Singhasari melawan pasukan Kadiri yang datang dari sebelah Utara. Kisah pertempuran antara pasukan Wijaya melawan pasukan Kadiri didapatkan dalam prasasti Kudadu. Prasasti Kudadu ini berangka tahun 1216 Saka (11 September 1294), dikeluarkan oleh Kertarajasa Jayawardhana dalam rangka memperingati pemberian anugrah kepada pejabat desa (rama) di Kudadu berupa penetapan desa Kudadu menjadi daerah Swatantra.
Pada waktu pasukan Jayakatwang dari Kadiri menyerang Singhasarim Wijaya ditunjuk oleh raja Kertanagara untuk memimpin pasukan Singhasari melawan pasukan Kadiri yang datang dari sebelah Utara. Kisah pertempuran antara pasukan Wijaya melawan pasukan Kadiri didapatkan dalam prasasti Kudadu. Prasasti Kudadu ini berangka tahun 1216 Saka (11 September 1294), dikeluarkan oleh Kertarajasa Jayawardhana dalam rangka memperingati pemberian anugrah kepada pejabat desa (rama) di Kudadu berupa penetapan desa Kudadu menjadi daerah Swatantra.
Didalam prasasti Sukamrta itu
disebutkan juga bahwa Wijaya menyeberangi lautan. Tentulah yang dimaksud ialah
kepergiannya ke Madura, seperti disebutkan dalam prasasti Kudadu. Di Madura ia
diterima oleh Arya Wiraraja, yang kemudian mengusahakan agar Wijaya dapat
diterima menyerahkan diri kepada Jayakatwang di Kadiri. Wijaya akhirnya
mendapat kepercayaan penuh dari raja Jayakatwang, sehingga pada waktu Wijaya
minta daerah hutan Terik untuk dibuka menjadi desa, dengan dalih akan dijadikan pertahanan
terdepan dalam menghadapi musuh yang menyerang melalui sungai Brantas,
permintaan itu dikabulkan. Daerah Terik dibuka oleh Wijaya dengan bantuan dari
Wiraraja, menjadi desa dengan nama Majapahit.
Diam-diam Wijaya memperkuat diri sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang Kadiri. Di Madura Adipati Wiraraja sudah bersiap-siap pula dengan orang-orangnya untuk datang membantu ke Majapahit. Bertepatan dengan selesainya persiapan-persiapan untuk mengadakan perlawanan terhadap raja Jayakatwang. Pada awal tahun 1293 datanglah bala tentara Khubilai Khan, yang sebenarnya dikirimkan untuk menyerang Singhasari, menyambut tantangan raja Kertanagara yang telah menganiaya utusannya, Meng-Chi.
Diam-diam Wijaya memperkuat diri sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang Kadiri. Di Madura Adipati Wiraraja sudah bersiap-siap pula dengan orang-orangnya untuk datang membantu ke Majapahit. Bertepatan dengan selesainya persiapan-persiapan untuk mengadakan perlawanan terhadap raja Jayakatwang. Pada awal tahun 1293 datanglah bala tentara Khubilai Khan, yang sebenarnya dikirimkan untuk menyerang Singhasari, menyambut tantangan raja Kertanagara yang telah menganiaya utusannya, Meng-Chi.
- JAYANAGARA
Sepeninggal Kartarajasa tahun 1309,
putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja. Didalam salah satu prasastinya ia
disebutkan dengan gelar “Abhisekanya Sri Sundara
Pandyadewadhiswaranamarajabhiseka Wikramotunggadewa”. Pada waktu ayahnya
masih memerintah yakni pada tahun 1296, sebagai seorang putra mahkota
Jayanagara telah berkedudukan pula sebagai Kumararaja.
Pada masa pemerintahannya banyak terjadi
pemberontakan. Seperti diketahui semua kerusuhan itu disebabkan oleh
fitnah Mahapati. Setelah Mahapati
berhasil menyingkirkan Rangga Lawe dan Lembu Sora kini ia
melanjutkan usahanya untuk menyingkirkan Nambi.
Pada tahun 1316 Pajarakan diserbu, kotanya diduduki dan Nambi dengan segenap
keluarganya dibunuh. Kemudian menyusul pemberontakan Seni pada tahun 1318 dan
pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Dalam pemberontakan Kuti muncul seorang
tokoh yang kemudian memegang peranan penting dalam sejarah Majapahit, yaitu Gajah Mada. Yang semula sebagai bekel bhayangkari atau pasukan pengawal
raja. Gajah Mada setelah amukti Palapa selama dua bulan, diangkat menjadi patih
di Kahuripan dan kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi patih di Daha.
Pada masa pemerintahan Jayanagara
hubungan dengan Cina rupa-rupanya telah pulih kembali. Utusan dari Jawa datang
setiap tahun dari tahun 1325 sampai tahun 1328.
Dari masa pemerintahan raja Jayanagara
kita hanya mengenal tiga buah prasasti yang dikeluarkan olehnya, yaitu Prasasti
Tuhanaru, Prasasti Blambangan dan Prasasti Blitar I. Prasasti Tuhanaru berangka tahun 1245 Saka (13
Desember 1323), berisi penetapan kembali desa Tuhanaru dan Kusambyan sebagai
daerah swatantra atas permohonan Dyah Makaradhwaja. Dan karena kesetiaannya ia
dianggap sebagai anak oleh raja.
- TRIBHUWANOTTUNGGADEWI JAYA WISNUWARDDHANI
Raja Jayanagara tidak berputra.
Sepeninggalnya pada tahun 1328 ia digantikaan oleh adik perempuannya yaitu Bhre
Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Abhiseka Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani.
Ia kawin dengan Cakradhara atau Cakreswara yang menjadi raja di Singhasari
(Bhre Singhasari) dengan gelar Kertawarddhana.
Dari kekawin Nagarakertagama, dalam masa
pemerintahan Tribhuwana telah terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta pada
tahun 1331. Pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sesudah
peristiwa Sadeng itu, kitab Pararaton
menyebutkan sebuah peristiwa yang kemudian amat terkenal dalam sejarah, yaitu Sumpah Palapa Gajah Mada.
Gajah Mada bersumpah di hadapan raja dan
pembesar Majapahit, bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat
menundukkan Nusantara yaitu Gurun Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik.
Tribhuwana memerintah selama dua puluh
dua tahun (22). Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan
digantikan oleh anaknya yang bernama Hayam
Wuruk.
- HAYAM WURUK
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa karena raja Jayanagara tidak mempunyai
keturunan, maka takhta kerajaan jatuh di tangan anak Kertanagara yang masih
hidup, yaitu bekas permaisuri Kertarajasa. Maharajapatni Gayatri, tetapi karena
Gayatri telah menjadi biksuni maka
pemerintahan dipegang oleh anaknya yang tertua, yaitu Tribhuwanottunggadewi, yang
memerintah atas namanya. Dan karena itu pula maka setelah Gayatri meninggal pada
tahun 1350, Tribhuwana menyerahkan pemerintahan kepada anak laki-lakinya yang
telah dewasa yaitu Hayam Wuruk.
Pada pemerintahan Hayam Wuruk merupakan
puncak kebesaran Majapahit. Pada tahun 1350, putra mahkota Hayam Wuruk
dinobatkan menjadi raja Majapahit, dengan gelar Sri Rajasanagara, dan
dikenal pula dengan nama Bhra Hyang Wekhasing Sukha. Dalam menjalankan
pemerintahannya Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan Patih Hamangkubhumi.
Dengan bantuan patih Gajah Mada, raja
Hayam Wuruk berhasil membawa kerajaan Majapahit ke puncak kebesarannya. Gajah
Mada ingin melaksanakan pula gagasan politik nusantaranya yang telah dicetuskan
sebagai sumpah palapa di hadapan raja Tribhuwanottunggadewi dan para pembesar
kerajaan Majapahit.
Dari pemberitaan Prapanca didalam kakawin Nagarakertagama, kita mengetahui bahwa
daerah-daerah yang ada di bawah pengaruh kekuasaan Majapahit itu sangat luas.
Daerah ini meliputi hampir seluas wilayah Indonesia sekarang, meliputi
daerah-daerah di Sumatra, di bagian barat sampai ke daerah-daerah Maluku dan
Irian di bagian timur, bahkan sampai ke negara-negara di wilayah Asia Tenggara.
Agaknya politik Nusantara ini berakhir sampai tahun 1357, dengan terjadinya
peristiwa di Bubat (Pasundan-Bubat) yang dikenal dengan perang bubat, yaitu perang antara orang Sunda dengan
Majapahit.
Pada waktu itu Raja Hayam Wuruk
bermaksud hendak mengambil putri Sunda, yang bernama Dyah Pitaloka sebagai
permaisurinya. Setelah putri tersebut dan ayahnya bersama-sama para pembesar
dan pengiringnya sampai di Majapahit, tejadilah perselisihan. Gajah Mada tidak
menghendaki perkawinan itu terjadi begitu saja. Ia menghendaki agar putri itu
dipersembahkan oleh raja Sunda kepada raja Majapahit sebagai tanda pengakuan
tunduk terhadap kerajaan Majapahit.
Dari kitab Pararaton kita mengetahui,
bahwa setelah peristiwa Bubat berakhir, kemudian Gajah Mada amukti Palapa,
mengundurkan diri dari jabatannya dan meninggal pada tahun 1364. Hayam Wuruk
meninggal pada tahun 1389 dan tempat pendarmaannya tidak diketahui.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih
Gajah Mada hanya berlangsung selama tiga tahun. Dalam kekosongan patih, Gajah
Enggon diangkat menjadi patih Hamangkubhumi. Sepeninggal Hayam Wuruk, tahta
kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana (Bhra Hyang Wisesa). Ia adalah
menantu dan keponakan raja Hayam Wuruk yang dikawinkan dengan putrinya.
informatif sekali , thanks infonya
BalasHapusKNIC Industrial Park