Perspektif
Global dalam Pendidikan Sosial dan Budaya
Perspektif
Global memiliki sifat terbuka dan menerima pembaharuan global dengan menyeleksi
perubahan yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Dalam bidang sosial
dan budaya, dampak globalisasi sangatlah berpengaruh dalam kehidupan
bermasyarakat, diantaranya :
- Meningkatnya individualisme, yaitu hilangnya rasa gotong royong dan rasa simpati pada sesama. Meningkatnya individualisme dikarenakan adanya paham Barat yang dirasa cocok pada kepribadiannya.
- Perubahan pola kerja, yaitu banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan kerja kontrak pada pegawainya. Sehingga jika masa kontraknya berakhir maka akan sulit mencari pekerjaan kembali.
- Terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat, yaitu banyak nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia yang hilang dikarenakan terpengaruh oleh kehidupan-kehidupan masyarakat ala Barat yaitu paham individualisme.
- Kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya. Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidup ala Barat yang tidak cocok jika diterapkan di Indonesia.
Namun
disisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa.
Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan pasar modal Perkembangan pakaian, seni dan ilmu pengetahuan
turut meramaikan kehidupan bermasyarakat..
Oleh sebab itu peningkatan kualitas
pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun harus diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan
sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa
bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan pendidikan
dengan wawasan global. Perspektif global merupakan pandangan yang timbul dari
kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu selalu berkaitan dengan isu
global. Orang sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi diri
dari pengaruh global. Manusia merupakan bagian dari pergerakan dunia, oleh
karena itu harus memperhatikan kepentingan sesama warga dunia.
Tujuan umum pengetahuan tentang
perspektif global dalam pendidikan sosial budaya adalah selain untuk menambah
wawasan juga untuk menghindarkan diri dari cara berpikir sempit, terkotak-kotak
oleh batas-batas subyektif, primordial (lokalitas seperti perbedaan warna
kulit, ras, nasionalisme yang sempit dan seterusnya.
Dengan demikian pentingnya (urgensi)
wawasan perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah
upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan seperti
yang telah dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat
berfikir rasional dan lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem
pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Serta dapat
membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan
dan mana yang sekedar untuk diketahui saja. Kita bisa
mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak
bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.
Tentu kita masih ingat, dulu ketika Malaysia mengimpor guru-guru dari
Indonesia untuk mendidik anak-anak mereka. Namun kini justru Malaysia lah yang
lebih maju pendidikannya dari negara kita. Apa yang salah? Kalau boleh
dikatakan, bahwa mereka mau belajar dan mempelajari serta terus meningkatkan
kualitas pendidikan mereka.
Dengan demikian wawasan berspektif global
sangatlah penting dalam pengelolaan pendidikan. Penerapan pengelolaan
pendidikan dengan wawasan berperspektif global di Indonesia.
Isu Pendidikan Nilai Moral di Beberapa Negara
Berikut ini akan dibahas isu pendidikan nilai moral
yang terjadi di empat (4) negara yaitu Indonesia, Malaysia, India dan Cina.
Empat negara itu dapat mewakili karakteristik bangsa dengan latar belakang
ideologi yang berbeda. Indonesia merupakan negara Pancasila yang mayoritas
Islam, India merupakan negara federal yang tetap mempertahankan nilai-nilai
agama sebagai nilai universal. Malaysia merupakan negara yang memiliki bangsa
mayoritas Islam sebagaimana negara Indonesia, sedangkan Cina merupakan
perwakilan negara sosialis komunis.
Uraian singkat ini dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman bahwa karakteristik keempat negara itu berbeda, khususnya
jika dilihat berdasarkan ideologinya karena perbedaan ideologi itu diantaranya
berpengaruh terhadap sistem pendidikan nilai.
- Indonesia
Pendidikan nilai di Indonesia disadari
atau tidak, masih belum banyak menyentuh pemberdayaan dan pencerahan kesadaran
dalam perspektif global. Persoalan pembenahan pendidikan masih terpaku pada
kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah tuntas. Menurut Sudarminta
(dikutip S. Belen, 2004 : 9). Praktik yang terjadi mengenai sistem pendidikan nasional
era Orde Baru (Orba) terutama pendidikan nilai hanya mampu menghasilkan
berbagai sikap dan perilaku manusia yang nyata-nyata malah bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan. Dicontohkan bagaimana Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) dan Agama, dua jenis mata pelajaran tata nilai yang ternyata tidak
berhasil menanamkan sejumlah nilai moral dan humanisme ke dalam pusat kesadaran
siswa.
Hasil penelitian Afiyah dkk (2003),
menyatakan bahwa kelemahan pendidikan agama antara lain terjadi karena materi
Pendidikan Agama Islam termasuk bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada
pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afekti) dan
pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Dengan kata lain, pendidikan agama
lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dan lebih banyak bersifat
hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai ajaran hidup
yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.
- India
Pendidikan nilai di India tampak lebih
populer dibandingkan dengan di negara lain. Dalam pendidikan nasional India,
pendidikan nilai dikembangkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran nilai
ilmiah, sosial, dan kewarganegaraan yang tidak secara khusus dikembangkan
melalui satu sudut pandangan agama. Ini tidak berarti mengabaikan pentingnya
pendidikan agama sebagai kekuatan dalam membangun karakter bangsa, melainkan
untuk menempatkan pendidikan nilai dalam konteks pemahaman nilai agama yang
universal (Mulyana, 2004 : 230). Bagi sekolah swasta baik dalam komunitas
Kristen maupun Islam, nilai agama menjadi prioritas pengembangan nilai. Berbeda
halnya sekolah negeri, agama ditempatkan pada area nilai-nilai yang mengandung
kebenaran untuk semua pihak. Ruang lingkup pendidikan nilai meliputi (a)
pendekatan dan metodologi pendidikan nilai pada tingkat dasar dan menengah, (b)
untuk tingkat dasar program lebih dititikberatkan pada pengidentifikasian
nilai-nilai yang perlu ditanamkan kepada siswa dengan strategi dan teknik yang
tepat, (c) pengembangan konseling melalui pendekatan agama, (d) program
pengembangan afektif bagi para instruktur pelatihan guru.
- Malaysia
Pendidikan nilai dilakukan di sekolah
dasar dan pengembangannya dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung pendidikan nilai diajarkan melalui pendidikan moral dan mata pelajaran
agama, sedangkan pendidikan nilai yang tidak secara langsung dikembangkan melalui
sejumlah mata pelajaran lainnya, seperti program pendidikan kewarganegaraan dan
melalui kegiatan kokurikuler. Silabus pendidikan nilai untuk sekolah dasar
berupa kebersihan badan dan pikiran, empati, sikap tidak berlebihan, bersyukur,
rajin, jujur, adil, kasih sayang, hormat, keharmonisan sosial, kesederhanaan,
dan kebebasan meski cukup konsinten dalam mengembangkan nilai, moral, norma,
etika, estetika melalui pendidikan fomal, sistem pendidikan di Malaysia masih
dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya (a) nilai masih banyak diajarkan
melalui pendekatan pembelajaran yang preskriptif, sehingga kurang memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan menentukan nilai (b) alat
evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan,
khususnya untuk mengembangkan teknik-teknik pengamatan perilaku, belum terjabarkan dengan jelas (c) cara-cara
pencatatan dan pelaporan pembelajaran nilai masih belum dilakukan secara
konsisten oleh guru dan (d) pandangan guru, orang tua, dan masyarakat masih
menempatkan kognisi sebagai aspek yang lebih penting daripada aspek afeksi
(Mulyana, 2004:237).
- Cina
Dalam tradisi Cina, pendidikan memiliki
hubungan erat dengan kewajiban moral. Tradisi ini menempatkan pendidikan nilai
sebagai bagian penting dalam peraturan pendidikan. Walaupun demikian, dalam
perkembangannya pendidikan nilai dihadapkan pada beberapa tantangan berikut.
Harapan masyarakat dan orang tua siswa akan kemampuan akademik yang kemudian
berakibat tergesernya pengembangan sentimental, perasaan dan moralitas.
Walaupun sekolah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan
kepribadian siswa, hal itu kurang didukung oleh kerjasama yang erat antara
sekolah, keluarga dan masyarakat. Banyak guru yang kurang memiliki kemampuan
untuk mengembangkan pendidikan nilai. Di beberapa sekolah dijumpai adanya
kesenjangan antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang benar-benar
terjadi dalam proses pendidikan.
Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, pemerintah Cina mengambil beberapa kebijakan berikut. Pertama, pendidikan moral dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan diajarkan sekali dalam seminggu. Kedua, sejumlah peraturan telah disusun dan disebar luaskan untuk menjamin terjadinya pembentukan kebiasaan, sikap, dan cara hidup siswa yang diharapkan. Wujudnya tata tertib perilaku anak usia sekolah dasar, dan tata tertib anak usia sekolah menengah. Ketiga, untuk memobilisasi dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan moral di sekolah, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan resmi akan pentingnya pengembangan moral dan afeksi anak usia sekolah dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar