Jumat, 23 Desember 2016

Perspektif Global dalam Pendidikan Sosial dan Budaya



Perspektif Global dalam Pendidikan Sosial dan Budaya

      Perspektif Global memiliki sifat terbuka dan menerima pembaharuan global dengan menyeleksi perubahan  yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi sangatlah berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, diantaranya  :
  1. Meningkatnya individualisme, yaitu hilangnya rasa gotong royong dan rasa simpati pada sesama. Meningkatnya individualisme dikarenakan adanya paham Barat yang dirasa cocok pada kepribadiannya.
  2. Perubahan  pola kerja, yaitu banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan kerja kontrak pada pegawainya. Sehingga jika masa kontraknya berakhir maka akan sulit mencari pekerjaan kembali.
  3. Terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat, yaitu banyak nilai-nilai luhur dan budaya Indonesia yang hilang dikarenakan terpengaruh oleh kehidupan-kehidupan masyarakat ala Barat yaitu paham individualisme.
  4. Kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya. Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidup ala Barat yang tidak cocok jika diterapkan di Indonesia.
      Namun disisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa. Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan pasar modal  Perkembangan pakaian, seni dan ilmu pengetahuan turut meramaikan kehidupan bermasyarakat..
      Oleh sebab itu peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun harus diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan pendidikan dengan wawasan global. Perspektif global merupakan pandangan yang timbul dari kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu selalu berkaitan dengan isu global. Orang sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi diri dari pengaruh global. Manusia merupakan bagian dari pergerakan dunia, oleh karena itu harus memperhatikan kepentingan sesama warga dunia.
      Tujuan umum pengetahuan tentang perspektif global dalam pendidikan sosial budaya adalah selain untuk menambah wawasan juga untuk menghindarkan diri dari cara berpikir sempit, terkotak-kotak oleh batas-batas subyektif, primordial (lokalitas seperti perbedaan warna kulit, ras, nasionalisme yang sempit dan seterusnya.
      Dengan demikian pentingnya (urgensi) wawasan perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan seperti yang telah dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat berfikir rasional dan lebih berkembang.  Kita dapat melihat sistem pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Serta dapat membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan dan mana yang sekedar untuk diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.  Tentu kita masih ingat, dulu ketika Malaysia mengimpor guru-guru dari Indonesia untuk mendidik anak-anak mereka. Namun kini justru Malaysia lah yang lebih maju pendidikannya dari negara kita. Apa yang salah? Kalau boleh dikatakan, bahwa mereka mau belajar dan mempelajari serta terus meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
      Dengan demikian wawasan berspektif global sangatlah penting dalam pengelolaan pendidikan. Penerapan pengelolaan pendidikan dengan wawasan berperspektif global di Indonesia.
  
  Isu Pendidikan Nilai Moral di Beberapa Negara
      Berikut  ini akan dibahas isu pendidikan nilai moral yang terjadi di empat (4) negara yaitu Indonesia, Malaysia, India dan Cina. Empat negara itu dapat mewakili karakteristik bangsa dengan latar belakang ideologi yang berbeda. Indonesia merupakan negara Pancasila yang mayoritas Islam, India merupakan negara federal yang tetap mempertahankan nilai-nilai agama sebagai nilai universal. Malaysia merupakan negara yang memiliki bangsa mayoritas Islam sebagaimana negara Indonesia, sedangkan Cina merupakan perwakilan negara sosialis komunis.
      Uraian singkat ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa karakteristik keempat negara itu berbeda, khususnya jika dilihat berdasarkan ideologinya karena perbedaan ideologi itu diantaranya berpengaruh terhadap sistem pendidikan nilai.
  1. Indonesia
      Pendidikan nilai di Indonesia disadari atau tidak, masih belum banyak menyentuh pemberdayaan dan pencerahan kesadaran dalam perspektif global. Persoalan pembenahan pendidikan masih terpaku pada kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah tuntas. Menurut Sudarminta (dikutip S. Belen, 2004 : 9). Praktik yang terjadi mengenai sistem pendidikan nasional era Orde Baru (Orba) terutama pendidikan nilai hanya mampu menghasilkan berbagai sikap dan perilaku manusia yang nyata-nyata malah bertolak belakang dengan apa yang diajarkan. Dicontohkan bagaimana Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Agama, dua jenis mata pelajaran tata nilai yang ternyata tidak berhasil menanamkan sejumlah nilai moral dan humanisme ke dalam pusat kesadaran siswa.
      Hasil penelitian Afiyah dkk (2003), menyatakan bahwa kelemahan pendidikan agama antara lain terjadi karena materi Pendidikan Agama Islam termasuk bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afekti) dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Dengan kata lain, pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.  
  1. India
      Pendidikan nilai di India tampak lebih populer dibandingkan dengan di negara lain. Dalam pendidikan nasional India, pendidikan nilai dikembangkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran nilai ilmiah, sosial, dan kewarganegaraan yang tidak secara khusus dikembangkan melalui satu sudut pandangan agama. Ini tidak berarti mengabaikan pentingnya pendidikan agama sebagai kekuatan dalam membangun karakter bangsa, melainkan untuk menempatkan pendidikan nilai dalam konteks pemahaman nilai agama yang universal (Mulyana, 2004 : 230). Bagi sekolah swasta baik dalam komunitas Kristen maupun Islam, nilai agama menjadi prioritas pengembangan nilai. Berbeda halnya sekolah negeri, agama ditempatkan pada area nilai-nilai yang mengandung kebenaran untuk semua pihak. Ruang lingkup pendidikan nilai meliputi (a) pendekatan dan metodologi pendidikan nilai pada tingkat dasar dan menengah, (b) untuk tingkat dasar program lebih dititikberatkan pada pengidentifikasian nilai-nilai yang perlu ditanamkan kepada siswa dengan strategi dan teknik yang tepat, (c) pengembangan konseling melalui pendekatan agama, (d) program pengembangan afektif bagi para instruktur pelatihan guru.
  1. Malaysia
      Pendidikan nilai dilakukan di sekolah dasar dan pengembangannya dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung pendidikan nilai diajarkan melalui pendidikan moral dan mata pelajaran agama, sedangkan pendidikan nilai yang tidak secara langsung dikembangkan melalui sejumlah mata pelajaran lainnya, seperti program pendidikan kewarganegaraan dan melalui kegiatan kokurikuler. Silabus pendidikan nilai untuk sekolah dasar berupa kebersihan badan dan pikiran, empati, sikap tidak berlebihan, bersyukur, rajin, jujur, adil, kasih sayang, hormat, keharmonisan sosial, kesederhanaan, dan kebebasan meski cukup konsinten dalam mengembangkan nilai, moral, norma, etika, estetika melalui pendidikan fomal, sistem pendidikan di Malaysia masih dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya (a) nilai masih banyak diajarkan melalui pendekatan pembelajaran yang preskriptif, sehingga kurang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan menentukan nilai (b) alat evaluasi yang sesuai  dengan kebutuhan, khususnya untuk mengembangkan teknik-teknik pengamatan perilaku, belum  terjabarkan dengan jelas (c) cara-cara pencatatan dan pelaporan pembelajaran nilai masih belum dilakukan secara konsisten oleh guru dan (d) pandangan guru, orang tua, dan masyarakat masih menempatkan kognisi sebagai aspek yang lebih penting daripada aspek afeksi (Mulyana, 2004:237).       
  1. Cina
      Dalam tradisi Cina, pendidikan memiliki hubungan erat dengan kewajiban moral. Tradisi ini menempatkan pendidikan nilai sebagai bagian penting dalam peraturan pendidikan. Walaupun demikian, dalam perkembangannya pendidikan nilai dihadapkan pada beberapa tantangan berikut. Harapan masyarakat dan orang tua siswa akan kemampuan akademik yang kemudian berakibat tergesernya pengembangan sentimental, perasaan dan moralitas. Walaupun sekolah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan kepribadian siswa, hal itu kurang didukung oleh kerjasama yang erat antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Banyak guru yang kurang memiliki kemampuan untuk mengembangkan pendidikan nilai. Di beberapa sekolah dijumpai adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang benar-benar terjadi dalam proses pendidikan.

      Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, pemerintah Cina mengambil beberapa kebijakan berikut. Pertama, pendidikan moral dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan diajarkan sekali dalam seminggu. Kedua, sejumlah peraturan telah disusun dan disebar luaskan untuk menjamin terjadinya pembentukan kebiasaan, sikap, dan cara hidup siswa yang diharapkan. Wujudnya tata tertib perilaku anak usia sekolah dasar, dan tata tertib anak usia sekolah menengah. Ketiga, untuk memobilisasi dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan moral di sekolah, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan resmi akan pentingnya pengembangan moral dan afeksi anak usia sekolah dasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar